Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan


Sistem Perencanaan

Sistem Perencanaan di Perum Perhutani terbagi 2 (dua) sistem, yakni Sub Sistem Perencanaan Sumberdaya Hutan (SDH) dan Sub Sistem Perencanaan Perusahaan. Dan Sub Sistem Perencanaan SDH berdasarkan jangka waktunya, terdapat 2 (dua) macam yakni: 
1. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang,  
2. Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Pendek. 

Sementara Sub Sistem Perencanaan Perusahaan terdiri atas 3 (tiga) macam, yakni: 
1. Rencana Umum Perusahaan (RUP), untuk jangka waktu 20 tahun 
2. Rencana Jangka Panjang (RJP) untuk jangka waktu 5 tahun
3. Rencana jangka Pendek/Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP)
    untuk jangka waktu 1 tahun.

Perhatikan Bagan Sistem Perencanaan berikut:


Dan mekanisme hubungan penyusunan kedua sub sistem tersebut dapat dilihat pada bagan berikut.

Dasar Penyusunan RPKH

Rencana Pengelolaan SDH jangka panjang pada Perum Perhutani dikenal dengan nama “Rencana Pengaturan Kelestrian Hutan (RPKH)”. RPKH disusun berdasarkan Kelas Perusahaan pada setiap Bagian Hutan dari suatu KPH untuk jakwa waktu 10 tahun, yang dilakukan oleh Seksi Perencanaan Hutan Wilayah oleh masing-masing rayon, Penyusunan, Penilaian dan Pengesahan Buku RPKH diatur oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.60 tahun 2011 dan Peraturan Direktur Jenderal Bina Usaha Kehutanan Nomor P.01 tahun 2012. Dalam Peraturan tersebut, penyusunan RPKH terdiri atas komponen: 
1. Pelaksana, 
2. Mekanisme penyelesaian RPKH dan 
3. Supervisi, Monitoring dan Evaluasi.

Pengaturan Kelestarian

Pengaturan hasil hutan merupakan bagian dari kegiatan pengelolaan SDH. Pengaturan hasil hutan kayu berdasarkan asas kelestarian akan diperoleh hasil secara teratur dan berkelanjutan, serta terwujudnya kondisi hutan normal. Pengaturan hasil hutan meliputi 3 (tiga) hal penting, yaitu: 
1. Perhitungan jumlah dari kayu yang akan dihasilkan, 
2. Pembagian hasil ke dalam tebangan, dan 
3. Penyusunan rencana penebangan. 

Pengaturan Kelestarian didasarkan pada Etat tebangan. Perhitungan etat tebangan berdasarkan Instruksi 1974 dikenal juga sebagai Metode UTR (Umur Tebang Rata-rata). Sesuai dengan SK 143, dimana: 

         UTR = Umur rata-rata kelas perusahaan + 1/2 Daur, 

dimana:

         Umur rata-2 = (U1 + U2 + ...Un) / (L1 + L2 + .. + Ln)

Keterangan:
Utr      : Umur tebang rata-rata
U        :  Umur Tegakan
L         : Luas Kawasan 
1,2, n  :  Tahun ke- ..

Yang dimaksud dengan umur rata-rata kelas perusahaan adalah umur rata-rata tertimbang dari masing-masing kelas umur (dengan menggunakan umur tengah tiap-tiap kelas umur). 

Dalam perhitungan etat menggunakan kombinasi beruapa etat luas dan etat massa. Dimana Etat luas adalah luas hutan produktif dibagi dengan daur, sementara Etat massa adalah volume kayu pada KU ditambah volume kayu hutan alam, masak tebang dan misikin riap dibagi daur. Dan Volume kayu (V)  pada KU mempergunakan tabel WvW harus dikoreksi dengan factor koreksi (fk). Dengan demikian taksiran massa kayu tegakan kelas umur pada Utr adalah

         V = Vst’ x fk. 

Pengujian Jangka Waktu Penebangan 

Hasil perhitungan etat di atas perlu di uji, dienal dengan sebutan “cutting time test”, yakni pengujian terhadap kelestarian produksi selama daur berdasarkan luas tegakan produksi yang ada serta berdasarkan potensi dari masing-masing petak/anak petak. Apabila dalam pengujian ini jumlah kumulatif tahun-tahun penebangan selama daur dianggap ada perbedaan yang nyata dengan daur yang telah ditetapkan, maka etat massa yang telah didapat pada perhitungan pertama dikoreksi menjadi etat massa untuk diuji lagi pada “cutting time test” yang kedua. Pengujian ini dilakukan berturut-turut sampai perbedaan akhirnya maksimum 2 tahun

Petak Ukur Permanen

Dalam rangka mempertahan kelestarian hasil, dilakukan upaya pengaturan hasil melalui penetapkan etat tebangan yang sesuai dengan riap pertumbuhan tegakan. Riap pertumbuhan tegakan diperoleh dari hasil pengukuran dimensi pohon berupa diameter/keliling dan tinggi pohon pada Petak Ukur Permanen (PUP). PUP ini dibangun pada semua umur dan bonita suatu tegakan hingga akhir daur. Pengukuran dimensi pohon pada PUP dilakukan secara berulang dan periodik. 

Kebijakan yang mendorong dibangunnya PUP sebagai perangkat dalam perencanaan hutan telah ditetapkan melalui Keputusan No. 237/KptsII/1995 Menteri Kehutanan yang mewajibkan setiap pengelola hutan alam produksi (unit menajemen) untuk membuat Petak Ukur Permanen (PUP) guna pemantauan riap tegakan di areal hutan yang dikelolanya sebagai dasar perencanaan PHPL.

No comments:

Post a Comment